Selasa, 15 Februari 2011

193 Titik Dasar, 92 Pulau Terluar

"Berbuatlah sesuatu sebelum perkara muncul" (Hasjim Djalal). Menjaga kedaulatan negara bukan hanya perkara diplomasi politik, melainkan harus diterjemahkan di lapangan. Sebagai sebuah negara kepulauan, menentukan titik dasar terluar adalah sebuah langkah awal.

Dari sejumlah negara kepulauan di dunia, Indonesia adalah salah satu yang terbesar-menurut United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1992. Konsekuensinya, penetapan titik-titik pangkal terluar juga merupakan kerja cukup berat dan tidak mudah. Menurut hukum laut internasional, jarak dua titik berdekatan-jika ditarik garis lurus-maksimal 100 mil laut.


Pekerjaan besar itu harus melibatkan para ahli untuk memastikan posisi titik-titik tersebut. Proses selanjutnya, mendaftarkannya ke sekretariat PBB untuk memenuhi asas publisitas dengan publikasi di situs resmi.

Di situs itulah pekerjaan para ahli diuji: diteropong negara tetangga apakah penetapan titik pangkal yang akan menjadi dasar batas wilayah dan kedaulatan itu bermasalah. "Dari 193 titik pangkal yang didepositkan di PBB, tidak satu pun yang disengketakan negara tetangga," kata Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Sobar Sutisna, yang juga anggota Tim Perunding Batas Maritim.

Sebelum menentukan 193 titik pangkal itu, tim yang di antaranya melibatkan Bakosurtanal dan Dinas Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut menyurvei lebih dari 300 titik sepanjang tahun 1996-1999. Sebagai dasar survei, tim memanfaatkan data Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.

Sebelum sempat didaftarkan di sekretariat PBB, data direvisi karena sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan, yang keduanya akhirnya diputuskan menjadi milik Malaysia. Akibatnya, tiga titik pangkal di Sipadan dan Ligitan diganti di Pulau Sebatik dan Karang Unarang.

Keputusan itu memberi wilayah laut lebih besar karena titik dasar di Pulau Bunyu diganti di Pulau Maratua, yang tarikan garis penghubungnya dari Karang Unarang menjadi lebih panjang memotong laut.

Berdasarkan kesepakatan UNCLOS, titik pangkal ada di titik terluar pulau terluar sebuah negara. Indonesia memiliki 92 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan 10 negara.

Surut terendah

Posisi titik pangkal disepakati pada posisi air surut terendah. Titik koordinat ditetapkan di sana. Menurut Sobar, terjadinya air surut terendah itu memiliki siklus 18,6 tahun. Artinya, tidak sewaktu-waktu titik pangkal dapat dilihat langsung. Bahkan, sangat sulit.

Menurut ahli hukum laut internasional Hasjim Djalal, penetapan titik pangkal sangat penting karena merupakan elemen penting perundingan batas wilayah kedaulatan sebuah negara. Dari titik-titik itulah, wilayah kedaulatan RI ditentukan. Oleh karena itu, pascapenetapan titik pangkal negara perlu terus memantau atau mengidentifikasi keberadaannya.

Sesuai dengan namanya, titik pangkal menjadi dasar penarikan garis batas. Berjarak 12 mil ke arah laut lepas merupakan kawasan laut teritorial, sejauh 24 mil merupakan zona tambahan. Lalu, 200 mil merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE), dengan bagian dasarnya merupakan batas landas kontinen.

Atas kesepakatan internasional itu, kehilangan pulau terluar karena tenggelam tidak memengaruhi wilayah kedaulatan sebuah negara. "Sebagai daratan memang hilang, tetapi hak kedaulatan atas laut tidak," kata Hasjim.

Pasalnya, hukum laut internasional mengakui lima hal, yakni kedaulatan darat, laut, dasar laut, udara, dan semua sumber daya yang ada di dalamnya. Seluruh kandungan sumber daya alam dalam batas landas kontinen adalah milik RI. Seluruh aktivitas di kawasan itu harus seizin Pemerintah RI.

Pengawasan efektif

Faktor utama dan penting terkait kedaulatan negara adalah pengawasan efektif. Kunjungan berkala ke kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar, meski tak berpenghuni, amat dianjurkan. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Sarwono Kusumaatmadja berkisah.

Saat masih menjabat ia berkunjung ke sebuah pulau di Kalimantan Barat. Seorang bapak tua di sana mengaku tidak tahu nama gubernurnya. Presiden yang ia kenal pun Soekarno. Namun, ia kenal baik nama-nama nakhoda kapal nelayan Thailand berikut nomor lambung kapalnya karena sering mengangkut warga yang sakit.

Oleh karena itu, kehadiran nyata pemerintah di wilayah perbatasan mutlak adanya. Berpenghuni atau tidak, selama ada pengawasan berkala, tak perlu khawatir pencaplokan pulau oleh negara lain. "Ada persepsi salah, seakan-akan kepemilikan sebuah pulau tergantung dari ada-tidaknya penduduk," kata Sobar.

Soal pengawasan yang membuat Sipadan dan Ligitan jatuh ke tangan Malaysia. Pemerintah Inggris saat menguasai Malaysia tercatat beraktivitas di dua pulau itu, sementara Hindia Belanda tidak. Adapun Pulau Miangas yang secara geografis lebih dekat dengan Filipina tetap menjadi wilayah Indonesia karena Hindia Belanda memiliki bukti aktivitas di sana.

Berkaca pada pengalaman, Hasjim mengingatkan, pemantauan efektif di pulau-pulau terluar dan batas-batas wilayah RI harus dilakukan intensif. "Berbuatlah sesuatu sebelum perkara muncul".

Oleh Gesit Ariyanto

Sumber:
http://cetak.kompas.com/read/2009/11/07/0528476/193.titik.dasar.92.pulau.terluar, dalam :
http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/193-titik-dasar-92-pulau-terluar 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar